Arduino

Tak kurang dari 15 tahun yang lalu untuk terakhir kalinya aku berinteraksi dengan mikrokontroler. Itupun juga saat praktikum elektronika di kampus saja dan dari sesekali obrolan santai tukar informasi dengan teman-teman penggemar hobby elektronik. Mikrokontroler favorit saat itu adalah dari keluarga Intel-8051. Seingatku, ukuran dari rangkaian prototip dan tahap akhirnya lumayan besar. Ini dikarenakan, selain dari chip utama yang berfungsi sebagai prosesor, harus ada juga beberapa chip terpisah yang berfungsi sebagai media penyimpanan program, penyimpanan data, antarmuka, dan lain-lain.

Akhir-akhir ini, setiap kali membaca artikel yang membahas penggunaan mikrokontroler, muncul satu nama baru (setidaknya buatku) – “Arduino” – yang tampil sebagai pilihan favorit sehingga menjadi populer. Melihat tampilannya yang minimalis dan ukuran rangkaiannya yang ringkas, menarik perhatianku untuk memahami lebih jauh. Ada “missing-link” yang aku perlu ketahui di rentang waktu antara Intel-8051 hingga era popularitas Arduino sekarang. Dan pertanyaan esensial yang aku punya adalah:

  1. Apa bedanya Arduino dengan mikrokontroler-mikrokontroler yang lain ?
  2. Mengapa sekarang Arduino menjadi begitu populer ?
  3. Tak bisakah kita gunakan sembarang mikrokontroler untuk melakukan hal yang sama ?

 

Arduino ternyata bukanlah nama untuk sebuah chip mikrokontroler. Tapi sebuah sistem lengkap yang tersusun dari sebuah mikrokontroler AVR dan beberapa rangkaian pendukungnya seperti antarmuka dan catu-daya. Mikrokontroler AVR (Alf  Vegard RISC; ATMEL) adalah mikrokontroler single-chip yang mana prosesor dan memory (untuk program dan data) terintegrasi menjadi satu di dalamnya. Di PCB sistemnya, rangkaian pendukung untuk antarmukanya dikontrol oleh sebuah chip USB-connectivity. Selain itu, kompenen-komponen lainnya juga sudah menggunakan SMD (Surface Mounted Devices). Inilah mengapa ukuran rangkaian Arduino bisa minimalis dan ringkas.

Karena belum pernah mencoba bagaimana menuliskan program dan memanfaatkan Arduino secara langsung, maka  2 jawaban dari situs instructables.com berikut ini cukup jelas menjawab pertanyaan-pertanyaanku di atas.

frollard says: Microcontrollers come in 2 varieties when you boil it all down:

You pay a lot for the development tools (hundreds or thousands) for hardware and software, and the individual chips are nearly free (tens of cents) – the companies make their money on the tools and support, not the physical chips.

Other chips run on the model of ‘make it work with everything, open source etc, free tools, free information – but the hardware costs more. (tens of dollars).

The arduino fits into the AVR family that has much simpler development tools, but more expensive chips (~4 dollars each for the standard 168).

Why is arduino so popular?  Because they demystified it.  I know my electronics, but microcontrollers STILL confound me.  I picked up an arduino and with some fancy coding I’ve created some neat stuff.  I could have spent tonnes of time learning a system and used cheap chips, or pick up a more expensive but more baby-steps-learning-curve arduino…

gmoon says: Yes, other microcontrollers can do much the same as (or quite a bit more than)  the Arduino can.

But: the Arduino itself isn’t a microcontroller. It’s a “mini-system” based on an AVR microcontroller, together with an other chip that provides USB connectivity (FT232RL), and a voltage regulator. And it’s cheap.

It includes a “bootloader” to take advantage of the USB chip which simplifies programming, plus a dedicated language (“C” based) that includes a lot of rewritten routines.

I consider the Arduino to be a “development tool” rather than a microcontroller, per se. It’s kind of a mini-motherboard (though very, very simple.)

IMO, the combination of
— price
— USB
— a simple development environment (the language, etc.)

is what makes it popular.

Aku pikir postingan ini sudah cukup sebagai tahap perkenalan dengan Arduino sebelum dilanjutkan dengan tahap-tahap berikutnya seperti instalasi, pemrograman, dan pengetesan. Tahap-tahap lanjutan tersebut akan aku tuliskan di bagian-II sehingga aku bisa mempunyai landasan yang cukup saat membuat Trigger Kamera Untuk Memotret Petir berbasis Arduino nanti.

Leave a comment